Wujud
Kebudayaan
Ide/Gagasan
Adat
istiadat kedua daerah tersebut memiliki sebuah persamaan yaitu berdasarkan
tentang kekuatan Religius dari Tuhan YME, namun penerapan di dalam kehidupan di
wilayah tersebut berbeda. Bali yang dipengaruhi oleh budaya Hindu memiliki
norma-norma yang didasarkan pada 3 dewa utama (Trimurti) sedangkan daerah
Minangkabau yang mayoritas beragama Muslim, memiliki norma yang didasarkan
kepada Allah SWT.
Aktifitas
Kedua adat istiadat ini
sama-sama mengutamakan kegiatan sosial, saling berkumpul, dan mengadadakan
upacara adat. Tetapi terdapat beberapa perbedaan di antara keduanya, selain
bentuk upacara adat yang berbeda juga sistem hirarki yang berbeda. Di daerah
Minangkabau garis keturunan dipegang oleh Ibu (wanita) sedangkan di Bali garis
keturunan dipegang oleh ayah. Di Bali setiap orang yang menganut agama Hindu
wajib mengikuti sembhayang dan juga menyediakan subak pada tiap daerah
pertanian untuk melestarikan alam sebagai pengabdiannya kepada Dewa. Selain itu
orang yang meninggal di Bali tidak dimakamkan tetapi dibakar atau lebih kita
kenal dengan upacara Ngaben. Sistem sosial di Bali mengikuti sistem sosial di
India yang menggunakan kasta.
Upacara Adat Bali
·
Hari raya Kuningan,bagi umat
Hindu,khususnya di Bali merupakan rangkaian dari hari raya Galungan yang
datangnya setiap enam bulan sekali dalam kalender Bali. Berbagai prosesi
keagamaan diadakan sebagai ungkapan wujud syukur kehadapan Tuhan,atas
penghidupan yang telah dianugrahkan. Salah satunya, tradisi unik yang disebut
mesuryak, yang dilakukan oleh masyarakat Banjar Bongan Gede dan Bongan Pala
Desa Bongan Kecamatan Tabanan dalam rangkaian hari raya Kuningan.
Upacara yang
disebut mesuryak merupakan momen sukaria di mana masyarakat memperebutkan uang
yang dilempar ke udara dari masing-masing rumah tangga. Masyarakat sekitar
meyakini upacara itu mengantar para leluhur kembali ke surga. Upacara mesuryak
oleh masyarakat sekitar dikatakan telah dilakukan secara turun-temurun
Upacara
Mreteka Merana/Ngaben Tikus, sudah sering dilakukan oleh masyarakat Hindu
di Kabupaten Tabanan, khususnya oleh krama subak di wilayah desa pekraman
Bedha, desa Bongan , kecamatan Tabanan, kabupaten Tabanan. Mengingat wilayah di
desa ini sebagian besar penduduknya hidup dari bercocok tanam, khususnya padi.
Sehingga upacara yang berhubungan dengan keselamatan dan kesuburan tanaman,
khususnya padi, sudah sering dilaksanakan baik secara rutin seperti Masembuhan
dan Nanggeluk Merana maupun tidak rutin (Nabgata Kala) seperti Ngalepeh dan
Mreteka Merana.
Upacara
Mreteka Merana/Ngaben bikul ini oleh beberapa subak di Bali belum memasyarakat
sekali walaupun krama subak di wilayah desa pekraman Bedha sudah sering
melakukannya, sehingga upacara ini dianggap sebagai Loka Dresta (kebiasaan
setempat) apalagi upacara ini dilaksanakan ditempat suci yaitu di penataran
Baleagung Pura Puseh Luhur Bedha, namun dilihat dari hasilnya setelah
upacara ini dilaksanakan ternyata telah memberikanh bukti nyata bagi kehidupan
para petani.
Mreteka
Merana terdiri dari dua kata yaitu kata Mreteka dan kata Merana. Mreteka
artinya mengupacarai, Merana artinya hama penyakit. Tujuan dari upacara ini
adalah untuk menyucikan roh/atma hama penyakit supaya kembali ke asalnya
sehingga tidak kembali menjelma ke bumi sebagai hama penyakit dan merusak
segala jenis tanaman yang ada di bumi, khususnya tanaman padi. Pelaksanaan
upacara ini sesuai dengan isi lontar (kitab) seperti lontar Sri Purana dan lontar Dharma Pemacula yang
menyebutkan Kapreteka,
sama luirnya mretekaning
wong mati bener artinya diupacarai seperti mengupacarai orang mati
Hasil fisik/benda
1.
Lukisan
Oleh: Drs. I Dewa Made Pastika
Seni lukis di Bali telah mulai
tumbuh dan berkembang sejak jaman prasejarah. Hasil-hasil kebudayaan dan
kesenian pada jaman itu seperti penemuan-penemuan sarkopagus, nekara-nekara dan
benda-benda peninggalan dari batu lainnya. Peninggalan tersebut berisi
hiasan-hiasan yang menunjukkan keahlian nenek moyang dalam membuat
goresan-goresan dalam bentuk topeng dan hiasan lainnya (Goris, Dr, R, 13)
.
2. Patung
Kalau Anda
dalam perjalanan dari Nusa Dua
menuju Sanur atau sebaliknya dan lewat Jalan By
Pass Ngurah Rai, di kawasan Simpang Siur (Mall Bali Galeria) akan tampak menjulang
patung gagah, Patung Dewa Ruci.
Patung Dewa Ruci secara fisik mempunyai penampilan estetik. Dilihat
dari segi struktur bentuk dan komposisi letak patung, maka Patung Dewa Ruci
merupakan patung kelompok yang utuh, figur yang satu dengan figur yang
lain tampak menyatu, lebih-lebih penempatannya pada tempat yang sangat
strategis yaitu pada persimpangan jalan Nusa Dua
– Kuta, Nusa Dua-Sanur, Kuta – Denpasar.
3. Alat music
Musik tradisional Bali
memiliki kesamaan dengan musik tradisional di banyak daerah lainnya di
Indonesia, misalnya dalam penggunaan gamelan
dan berbagai alat musik
tabuh lainnya. Meskipun demikian, terdapat kekhasan dalam teknik
memainkan dan gubahannya, misalnya dalam bentuk kecak, yaitu sebentuk
nyanyian yang konon menirukan suara kera. Demikian pula beragam gamelan yang
dimainkan pun memiliki keunikan, misalnya gamelan jegog, gamelan gong
gede, gamelan gambang, gamelan selunding dan gamelan Semar
Pegulingan
4. Rumah
adat
Rumah Bali merupakan
penerapan dari pada filosofi yang ada pada masyarakat Bali itu sendiri. Ada
tiga aspek yang harus di terapkan di dalamnya, aspek pawongan (manusia /
penghuni rumah), pelemahan ( lokasi /lingkungan) dan yang terahir parahyangan.
Kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila terwujudnya hubungan yang
harmonis antara ke 3 aspek tadi. Untuk itu pembangunan sebuah rumah Bali harus
meliputi aspek-aspek tersebut atau yang biasa disebut Tri Hita Karana.
Pada umumnya bangunan atau arsitektur
tradisional Bali selalu dipenuhi pernik yang berfungsi untuk hiasan, seperti
ukiran dengan warna-warna yang kontras tai alami. Selain sebagai hiasan mereka
juga mengan arti dan makna tertentu sebagai ungkapan terimakasih kepada sang
pencipta, serta simbol-simbol ritual seperti patung.
Arsitektur
Tradisional Bali
Tradisi dapat diartikan sebagai
kebiasaan yang turun temurun dalam suatu masyarakat yang merupakan kesadaran
kolektif dengan sifatnya yang luas, meliputi segala aspek dalam kehidupan.
Sehingga, Arsitektur Tradisional Bali (ATB) diartikan sebagai tata ruang dari
wadah kehidupan masyarakat Bali yang telah berkembang secara turun-temurun
dengan segala aturan-aturan yang diwarisi dari zaman dahulu, sampai pada
perkembangan satu wujud dengan ciri-ciri fisik yang terungkap pada lontar Asta
Kosala-Kosali, Asta Patali dan lainnya, sampai pada penyesuaian-penyesuaian
oleh para undagi yang masih selaras dengan petunjuk-petunjuk dimaksud.
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar