Jumat, 05 Oktober 2012

TULISAN ILMU BUDAYA DASAR



Wujud Kebudayaan
*      Ide/Gagasan
Adat istiadat kedua daerah tersebut memiliki sebuah persamaan yaitu berdasarkan tentang kekuatan Religius dari Tuhan YME, namun penerapan di dalam kehidupan di wilayah tersebut berbeda. Bali yang dipengaruhi oleh budaya Hindu memiliki norma-norma yang didasarkan pada 3 dewa utama (Trimurti) sedangkan daerah Minangkabau yang mayoritas beragama Muslim, memiliki norma yang didasarkan kepada Allah SWT. 

*      Aktifitas
Kedua adat istiadat ini sama-sama mengutamakan kegiatan sosial, saling berkumpul, dan mengadadakan upacara adat. Tetapi terdapat beberapa perbedaan di antara keduanya, selain bentuk upacara adat yang berbeda juga sistem hirarki yang berbeda. Di daerah Minangkabau garis keturunan dipegang oleh Ibu (wanita) sedangkan di Bali garis keturunan dipegang oleh ayah. Di Bali setiap orang yang menganut agama Hindu wajib mengikuti sembhayang dan juga menyediakan subak pada tiap daerah pertanian untuk melestarikan alam sebagai pengabdiannya kepada Dewa. Selain itu orang yang meninggal di Bali tidak dimakamkan tetapi dibakar atau lebih kita kenal dengan upacara Ngaben. Sistem sosial di Bali mengikuti sistem sosial di India yang menggunakan kasta. 
Upacara Adat Bali
·          

Hari raya Kuningan,bagi umat Hindu,khususnya di Bali merupakan rangkaian dari hari raya Galungan yang datangnya setiap enam bulan sekali dalam kalender Bali. Berbagai prosesi keagamaan diadakan sebagai ungkapan wujud syukur kehadapan Tuhan,atas penghidupan yang telah dianugrahkan. Salah satunya, tradisi unik yang disebut mesuryak, yang dilakukan oleh masyarakat Banjar Bongan Gede dan Bongan Pala Desa Bongan Kecamatan Tabanan dalam rangkaian hari raya Kuningan.
Upacara yang disebut mesuryak merupakan momen sukaria di mana masyarakat memperebutkan uang yang dilempar ke udara dari masing-masing rumah tangga. Masyarakat sekitar meyakini upacara itu mengantar para leluhur kembali ke surga. Upacara mesuryak oleh masyarakat sekitar dikatakan telah dilakukan secara turun-temurun
·               Upacara Mreteka Merana/ Ngaben Tikus



Upacara Mreteka Merana/Ngaben Tikus, sudah sering dilakukan oleh masyarakat Hindu  di Kabupaten Tabanan, khususnya oleh krama subak di wilayah desa pekraman Bedha, desa Bongan , kecamatan Tabanan, kabupaten Tabanan. Mengingat wilayah di desa ini sebagian besar penduduknya hidup dari bercocok tanam, khususnya padi. Sehingga upacara yang berhubungan dengan keselamatan dan kesuburan tanaman, khususnya padi, sudah sering dilaksanakan baik secara rutin seperti Masembuhan dan Nanggeluk Merana maupun tidak rutin (Nabgata Kala) seperti Ngalepeh dan Mreteka Merana.
Upacara Mreteka Merana/Ngaben bikul ini oleh beberapa subak di Bali belum memasyarakat sekali walaupun krama subak di wilayah desa pekraman Bedha sudah sering melakukannya, sehingga upacara ini dianggap sebagai Loka Dresta (kebiasaan setempat) apalagi upacara ini dilaksanakan ditempat suci yaitu di penataran Baleagung Pura Puseh Luhur Bedha, namun  dilihat dari hasilnya setelah upacara ini dilaksanakan ternyata telah memberikanh bukti nyata bagi kehidupan para petani.
Mreteka Merana terdiri dari dua kata yaitu kata Mreteka dan kata Merana. Mreteka artinya mengupacarai, Merana artinya hama penyakit. Tujuan dari upacara ini adalah untuk menyucikan roh/atma hama penyakit supaya kembali ke asalnya sehingga tidak kembali menjelma ke bumi sebagai hama penyakit dan merusak segala jenis tanaman yang ada di bumi, khususnya tanaman padi. Pelaksanaan upacara ini sesuai dengan isi lontar (kitab) seperti lontar Sri Purana dan lontar Dharma Pemacula yang menyebutkan Kapreteka, sama luirnya mretekaning wong mati bener artinya diupacarai seperti mengupacarai orang mati



*      Hasil fisik/benda

1.   Lukisan


Oleh: Drs. I Dewa Made Pastika
Seni lukis di Bali telah mulai tumbuh dan berkembang sejak jaman prasejarah. Hasil-hasil kebudayaan dan kesenian pada jaman itu seperti penemuan-penemuan sarkopagus, nekara-nekara dan benda-benda peninggalan dari batu lainnya. Peninggalan tersebut berisi hiasan-hiasan yang menunjukkan keahlian nenek moyang dalam membuat goresan-goresan dalam bentuk topeng dan hiasan lainnya (Goris, Dr, R, 13)

.
2.   Patung
Kalau Anda dalam perjalanan dari Nusa Dua menuju Sanur atau sebaliknya dan lewat Jalan By Pass Ngurah Rai, di kawasan Simpang Siur (Mall Bali Galeria) akan tampak menjulang patung gagah, Patung Dewa Ruci.



Patung Dewa Ruci secara fisik mempunyai penampilan estetik. Dilihat dari segi struktur bentuk dan komposisi letak patung, maka Patung Dewa Ruci merupakan patung kelompok yang utuh,  figur yang satu dengan figur yang lain tampak menyatu, lebih-lebih penempatannya pada tempat yang sangat strategis yaitu pada persimpangan jalan Nusa Dua – Kuta, Nusa Dua-Sanur, Kuta – Denpasar.

3.   Alat music
Musik tradisional Bali memiliki kesamaan dengan musik tradisional di banyak daerah lainnya di Indonesia, misalnya dalam penggunaan gamelan dan berbagai alat musik tabuh lainnya. Meskipun demikian, terdapat kekhasan dalam teknik memainkan dan gubahannya, misalnya dalam bentuk kecak, yaitu sebentuk nyanyian yang konon menirukan suara kera. Demikian pula beragam gamelan yang dimainkan pun memiliki keunikan, misalnya gamelan jegog, gamelan gong gede, gamelan gambang, gamelan selunding dan gamelan Semar Pegulingan

       



4.   Rumah adat 


Rumah Bali merupakan penerapan dari pada filosofi yang ada pada masyarakat Bali itu sendiri. Ada tiga aspek yang harus di terapkan di dalamnya, aspek pawongan (manusia / penghuni rumah), pelemahan ( lokasi /lingkungan) dan yang terahir parahyangan. Kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila terwujudnya hubungan yang harmonis antara ke 3 aspek tadi. Untuk itu pembangunan sebuah rumah Bali harus meliputi aspek-aspek tersebut atau yang biasa disebut Tri Hita Karana.
Pada umumnya bangunan atau arsitektur tradisional Bali selalu dipenuhi pernik yang berfungsi untuk hiasan, seperti ukiran dengan warna-warna yang kontras tai alami. Selain sebagai hiasan mereka juga mengan arti dan makna tertentu sebagai ungkapan terimakasih kepada sang pencipta, serta simbol-simbol ritual seperti patung.


Arsitektur Tradisional Bali





Tradisi dapat diartikan sebagai kebiasaan yang turun temurun dalam suatu masyarakat yang merupakan kesadaran kolektif dengan sifatnya yang luas, meliputi segala aspek dalam kehidupan. Sehingga, Arsitektur Tradisional Bali (ATB) diartikan sebagai tata ruang dari wadah kehidupan masyarakat Bali yang telah berkembang secara turun-temurun dengan segala aturan-aturan yang diwarisi dari zaman dahulu, sampai pada perkembangan satu wujud dengan ciri-ciri fisik yang terungkap pada lontar Asta Kosala-Kosali, Asta Patali dan lainnya, sampai pada penyesuaian-penyesuaian oleh para undagi yang masih selaras dengan petunjuk-petunjuk dimaksud.



 Referensi : 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar