ILMU
BUDAYA DASAR
Pengertian Kebudayaan berkaitan dengan
peradaban
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang
turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut
sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan
pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan
struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala
pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward
Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya
terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh
pengertian mengenai kebudayaan adalah
sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau
gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak.
Wujud Kebudayaan dan unsur-unsurnya
perwujudan
kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang
berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya
pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni,
dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
tiga wujud kebudayaan yaitu :
1.
wujud pikiran, gagasan, ide-ide, norma-norma,
peraturan,dan sebagainya. Wujud pertama dari kebudayaan ini bersifat abstrak,
berada dalam pikiran masing-masing anggota masyarakat di tempat kebudayaan itu
hidup.
2.
aktifitas kelakuan berpola manusia dalam
masyarakat. Sistem sosial terdiri atas aktifitas-aktifitas manusia yang saling
berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan yang lain setiap saat dan
selalu mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat kelakuan. Sistem sosial
ini bersifat nyata atau konkret.
3.
Wujud fisik, merupakan seluruh total hasil
fisik dari aktifitas perbuatan dan karya manusia dalam masyarakat.
Berdasarkan penggolongan wujud budaya di atas
kita dapat mengelompokkan budaya menjadi dua, yaitu: Budaya yang bersifat
abstrak dan budaya yang bersifat konkret.
-
Budaya yang Bersifat Abstrak
Budaya yang bersifat abstrak ini letaknya ada
di dalam alam pikiran manusia, misalnya terwujud dalam ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dan cita-cita. Jadi budaya yang
bersifat abstrak adalah wujud ideal dari kebudayaan. Ideal artinya sesuatu yang
menjadi cita-cita atau harapan bagi manusia sesuai dengan ukuran yang telah
menjadi kesepakatan.
-
Budaya yang Bersifat konkret
Wujud budaya yang bersifat konkret berpola
dari tindakan atau peraturan dan aktivitas manusia di dalam masyarakat yang
dapat diraba, dilihat, diamati, disimpan atau diphoto. Koencaraningrat
menyebutkan sifat budaya dengan sistem sosial dan fisik, yang terdiri atas: perilaku,
bahasa dan materi.
-
Perilaku : Perilaku adalah cara bertindak atau bertingkah laku
dalam situasi tertentu. Setiap perilaku manusia dalam masyarakat harus
mengikuti pola-pola perilaku (pattern of behavior) masyarakatnya.
- Bahasa : Bahasa adalah sebuah
sistem simbol-simbol yang dibunyikan dengan suara (vokal) dan ditangkap dengan
telinga (auditory). Ralp Linton mengatakan salah satu sebab paling penting
dalam memperlambangkan budaya sampai mencapai ke tingkat seperti sekarang ini
adalah pemakaian bahasa. Bahasa berfungsi sebagai alat berpikir dan
berkomunikasi. Tanpa kemampuan berpikir dan berkomunikasi budaya tidak akan
ada.
-
Materi : Budaya materi adalah hasil dari aktivitas atau
perbuatan manusia. Bentuk materi misalnya pakaian, perumahan, kesenian,
alat-alat rumah tangga, senjata, alat produksi, dan alat transportasi.
Unsur-unsur Kebudayaan :
Ada beberapa
pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara
lain sebagai berikut:
- Melville J.
Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
- alat-alat
teknologi
- sistem
ekonomi
- keluarga
- kekuasaan
politik
- Bronislaw
Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
- sistem norma
sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk
menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
- organisasi
ekonomi
- alat-alat
dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga
adalah lembaga pendidikan utama)
- organisasi
kekuatan (politik)
Hubungan antara Manusia Masyarakat dan
Kebudayaan
Dalam
hal membahas tentang hubungan antara manusia, masyarakat, dan kebuayaan ketiganya saling berhubungan satu sama
lain . Masyarakat adalah suatu organisasi manusia yang saling
berhubungan dengan kebudayaan. Mc Iver
pakar sosiologi politik pernah mengatakan:”Manusia adalah makhluk yang dijerat
oleh jaring – jaring yang dirajutnya sendiri”. Jaring – jaring itu adalah
kebudayaan. Mc Iver ingin mengatakan bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang
diciptakan oleh masyarakat tetapi
pada gilirannya merupakan suatu kekuatan yang mengatur bahkan memaksa manusia
untuk melakukan tindakan dengan “pola tertentu”. Kebudayaan bahkan bukan hanya merupakan
kekuatan dari luar diri manusia tetapi bisa tertanam dalam kepribadian individu
. Dengan demikian kebudayaan merupakan kekuatan pembentuk pola sikap dan
perilaku manusia dari luar dan dari dalam. Unsur paling sentral dalam suatu
kebudayaan adalah nilai – nilai yang merupakan suatu konsepsi tentang apa yang
benar atau salah (nilai moral), baik atau buruk (nilai etika) serta indah atau
jelek (nilai estetika). Dari sistem nilai inilah kemudian tumbuh norma yang
merupakan patokan atau rambu – rambu yang mengatur perilaku manusia di dalam
masyarakat.
Dari uraian tersebut diatas jelas sekali bahwa kebudayaan
merupakan unsur paling dasar (basic) dari suatu masyarakat, sehingga sampai
sekarang sebahagian sosiolog dan antropolog masih menganut faham cultural
determinism yaitu bahwa sikap, pola perilaku manusia dalam masyarakat
ditentukan oleh kebudayaannya. Lawrence Harrison dalam bukunya “Culture
Matters” menggambarkan bagaimana nilai – nilai
budaya mempengaruhi kemajuan maupun kemunduran manusia (Harrison, 2000). Samuel Huntington memberi contoh bahwa pada tahun
1960-an Ghana dan Korea Selatan memiliki kondisi ekonomi yang kurang lebih
sama. Tiga puluh tahun kemudian Korea telah menjadi Negara maju, tetapi Ghana
hampir tidak mengalami kemajuan apapun dan saat ini GNP perkapitanya hanya
seperlimabelas Korea Selatan. Ini disebabkan karena bangsa Korea (selatan) memiliki nilai –
nilai budaya tertentu seperti
hemat, kerja keras, disiplin dan sebagainya. Semua ini tidak dimiliki
masyarakat Ghana.
Secara umum kebudayaan dapat didefinisikan sebagai suatu
sistem pengetahuan, gagasan, ide, yang dimiliki oleh suatu kelompok manusia,
yang berfungsi sebagai pengarah bagi mereka yang menjadi warga kelompok itu
dalam bersikap dan bertingkah laku. Karena berfungsi sebagai pedoman dalam
bersikap dan bertingkah laku, maka pada dasarnya kebudayaan mempunyai kekuatan
untuk memaksa pendukungnya untuk mematuhi segala pola acuan yang digariskan
oleh kebudayaan itu. Dalam konteks Negara, kebudayaan merupakan
sebuah penentu penting bagi kemampuan suatu Negara untuk makmur, oleh karena
budaya membentuk pemikiran orang – orang mengenai resiko, penghargaan dan
kesempatan. Sementara itu disisi lain, pembangunan pada dasarnya merupakan
proses aktivitas yang bersifat kontinyu dan terencana yang ditujukan untuk
merubah dan meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi kearah yang lebih baik dan wajar dari waktu ke
waktu.
Hubungan Antara Manusia , Masyarakat dan
kebudayaan hungan ketiganya sangat
berhubungan dan tak bisa di pisahkan Masyarakat terbentuk dari Manusia dan
Manusia yang di dalam masyarakat tersebutlah yang menciptkan kebudayaan baik
itu kebudayaan yang kongkret maupun abstrak.
Pengaruh Kebudayaan Barat terhadap
Kebudayaan Nasional
Masuknya
budaya asing tentu akan menghasilkan respon yang berbeda dari tiap masyarakat.
Menurut Alfian (1985,36) ada tida pola corak reaksi terhadap pengaruh budaya
asing (barat), yakni sebagai berikut :
- Corak reaksi yang menurut
kebudayaan barat. Corak reaksi ini menganggap kebudayaan Timur sendiri
sudah tidak relevan lagi untuk menghadapi kondisi sekarang; hanya
kebudayaan barat yang unggul dan mampu melahirkan manusia yang
berkualitas.
- Corak reaksi sama sekali anti
kebudayaan barat. Corak ini menganggap kebudayaan Barat hanya melahirkan
manusia yang kejam dan kebudayaanTimur lah yang unggul.
- Corak reaksi yang berusaha melihat
perbenturan budaya Barat dan Timur. Corak reaksi ini berusaha mengambil
jarak dan melihat secara jujur keunggulan budaya barat dan kelemahan
budaya timur, sekaligus mempertahankan relevansi nilai-nilai budaya barat
dan timur. Dampak kebudayaan barat di Indonesia dicerminkan dalam wujud
globalisasi dan modernisasi yang dapat membawa dampak positif dan dampak
negatif bagi bangsa kita.
1.
Dampak Positif
- Perubahan Tata Nilai dan Sikap.
Adanya modernisasi dan globalisasi dalam budaya menyebabkan pergeseran
nilai dan sikap masyarakat yang semua irasional menjadi rasional.
- Berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat
menjadi lebih mudah dalam beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih
maju.
- Tingkat Kehidupan yang lebih Baik.
Dibukanya industri yang memproduksi alat-alat komunikasi dan transportasi
yang canggih merupakan salah satu usaha mengurangi penggangguran dan
meningkatkan taraf hidup masyarakat.
2.
Dampak Negatif
- Pola Hidup Konsumtif . Perkembangan
industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat
melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengkonsumsi
barang dengan banyak pilihan yang ada.
- Sikap Individualistik. Masyarakat
merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak lagi
membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa
mereka adalah makhluk sosial.
- Gaya Hidup Kebarat-baratan. Tidak
semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya negatif
yang mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormatkepada orang
tua, kehidupan bebas remaja, dan lain-lain.
- Kesenjangan Sosial. Apabila dalam
suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang dapat
mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan memperdalam jurang
pemisah antara individu dengan individu lain yang stagnan. Hal ini
menimbulkan kesenjangan sosial. Kesenjangan social menyebabkan adanya
jarak antara si kaya dan si miskin sehingga sangat mungkin bisa merusak
kebhinekaan dan ketunggalikaan Bangsa Indonesia.
Budaya dan Agama
1. Agama dan Budaya
Budaya menurut Koentjaraningrat (1987:180) adalah keseluruhan sistem, gagasan,
tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik manusia dengan belajar.
Jadi budaya diperoleh melalui belajar.
Tindakan-tindakan yang dipelajari antara lain cara makan, minum, berpakaian,
berbicara, bertani, bertukang, berrelasi dalam masyarakat adalah budaya.
Tapi kebudayaan tidak saja terdapat dalam soal teknis tapi dalam gagasan yang
terdapat dalam fikiran yang kemudian terwujud dalam seni, tatanan masyarakat,
ethos kerja dan pandangan hidup. Yojachem Wach berkata tentang pengaruh agama
terhadap budaya manusia yang immaterial bahwa mitologis hubungan kolektif
tergantung pada pemikiran terhadap Tuhan. Interaksi sosial dan keagamaan berpola
kepada bagaimana mereka memikirkan Tuhan, menghayati dan membayangkan Tuhan
(Wach, 1998:187).
Lebih tegas dikatakan Geertz (1992:13), bahwa wahyu
membentuk suatu struktur psikologis dalam benak manusia yang membentuk
pandangan hidupnya, yang menjadi sarana individu atau kelompok individu yang
mengarahkan tingkah laku mereka. Tetapi juga wahyu bukan saja menghasilkan
budaya immaterial, tetapi juga dalam bentuk seni suara, ukiran, bangunan.
Dapatlah disimpulkan bahwa budaya yang digerakkan agama timbul dari proses
interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk
suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor
geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif.
Faktor kondisi yang objektif menyebabkan terjadinya
budaya agama yang berbeda-beda walaupun agama yang mengilhaminya adalah sama.
Oleh karena itu agama Kristen yang tumbuh di Sumatera Utara di Tanah Batak
dengan yang di Maluku tidak begitu sama sebab masing-masing mempunyai cara-cara
pengungkapannya yang berbeda-beda. Ada juga nuansa yang membedakan Islam yang
tumbuh dalam masyarakat dimana pengaruh Hinduisme adalah kuatdengan yang tidak.
Demikian juga ada perbedaan antara Hinduisme di Bali dengan Hinduisme di India,
Buddhisme di Thailan dengan yang ada di Indonesia. Jadi budaya juga
mempengaruhi agama. Budaya agama tersebut akan terus tumbuh dan berkembang
sejalan dengan perkembangan kesejarahan dalam kondisi objektif dari kehidupan
penganutnya (Andito,ed,1998:282).Tapi hal pokok bagi semua agama adalah bahwa
agama berfungsi sebagai alat pengatur dan sekaligus membudayakannya dalam arti
mengungkapkan apa yang ia percaya dalam bentuk-bentuk budaya yaitu dalam bentuk
etis, seni bangunan, struktur masyarakat, adat istiadat dan lain-lain. Jadi ada
pluraisme budaya berdasarkan kriteria agama. Hal ini terjadi karena manusia
sebagai homoreligiosus merupakan insan yang berbudidaya dan dapat berkreasi
dalam kebebasan menciptakan pelbagai objek realitas dan tata nilai baru
berdasarkan inspirasi agama.
2. Agama dan budaya Indonesia
Jika kita teliti budaya Indonesia, maka tidak dapat
tidak budaya itu terdiri dari 5 lapisan. Lapisan itu diwakili oleh budaya
agama pribumi, Hindu, Buddha, Islam dan Kristen (Andito, ed,1998:77-79)
Lapisan pertama adalah agama pribumi yang memiliki
ritus-ritus yang berkaitan dengan penyembahan roh nenek moyang yang telah tiada
atau lebih setingkat yaitu Dewa-dewa suku seperti sombaon di Tanah
Batak, agama Merapu di Sumba, Kaharingan di Kalimantan. Berhubungan dengan ritus
agama suku adalah berkaitan dengan para leluhur menyebabkan terdapat
solidaritas keluarga yang sangat tinggi. Oleh karena itu maka ritus mereka
berkaitan dengan tari-tarian dan seni ukiran, Maka dari agama pribumi
bangsa Indonesia mewarisi kesenian dan estetika yang tinggi dan nilai-nilai
kekeluargaan yang sangat luhur.
Lapisan kedua dalah Hinduisme, yang telah
meninggalkan peradapan yang menekankan pembebasan rohani agar atman bersatu
dengan Brahman maka dengan itu ada solidaritas mencari pembebasan bersama dari
penindasan sosial untuk menuju kesejahteraan yang utuh. Solidaritas itu
diungkapkan dalam kalimat Tat Twam Asi, aku adalah engkau.
Lapisan ketiga adaalah agama Buddha, yang telah
mewariskan nilai-nilai yang menjauhi ketamakan dan keserakahan. Bersama dengan
itu timbul nilai pengendalian diri dan mawas diridengan menjalani 8 tata jalan
keutamaan.
Lapisankeempat adalah agama Islam yang telah
menyumbangkan kepekaan terhadap tata tertib kehidupan melalui syari’ah,
ketaatan melakukan shalat dalam lima waktu,kepekaan terhadap mana yang baik dan
mana yang jahat dan melakukan yang baik dan menjauhi yang jahat (amar makruf
nahi munkar) berdampak pada pertumbuhan akhlak yang mulia. Inilah hal-hal yang
disumbangkan Islam dalam pembentukan budaya bangsa.
Lapisan kelima adalah agama Kristen, baik Katholik
maupun Protestan. Agama ini menekankan nilai kasih dalam hubungan antar
manusia. Tuntutan kasih yang dikemukakan melebihi arti kasih dalam kebudayaan
sebab kasih ini tidak menuntutbalasan yaitukasih tanpa syarat. Kasih bukan
suatu cetusan emosional tapi sebagai tindakan konkrit yaitu memperlakukan
sesama seperti diri sendiri. Atas dasar kasih maka gereja-gereja telah
mempelopori pendirian Panti Asuhan, rumah sakit, sekolah-sekolah dan pelayanan
terhadap orang miskin.
Dipandang dari segi budaya, semua kelompok agama di
Indonesia telah mengembangkan budaya agama untuk mensejahterakannya tanpa
memandang perbedaan agama, suku dan ras.
Disamping
pengembangan budaya immaterial tersebut agama-agama juga telah berhasil
mengembangkan budaya material seperti candi-candi dan bihara-bihara di Jawa
tengah, sebagai peninggalan budaya Hindu dan Buddha. Budaya Kristen telah
mempelopori pendidikan, seni bernyanyi, sedang budaya Islam antara lain telah
mewariskan Masjid Agung Demak (1428) di Gelagah Wangi Jawa Tengah. Masjid ini
beratap tiga susun yang khas Indonesia, berbeda dengan masjid Arab umumnya yang
beratap landai. Atap tiga susun itu menyimbolkan Iman, Islam dan Ihsan. Masjid
ini tanpa kubah, benar-benar has Indonesia yang mengutamakan keselarasan dengan
alam.Masjid Al-Aqsa Menara Kudus di Banten bermenaar dalam bentuk perpaduan
antara Islam dan Hindu. Masjid Rao-rao di Batu Sangkar merupakan
perpaduan berbagai corak kesenian dengan hiasan-hiasan mendekati gaya India sedang
atapnya dibuat dengan motif rumah Minangkabau (Philipus Tule 1994:159).
Kenyataan adanya legacy tersebut membuktikan bahwa
agama-agama di Indonesia telah membuat manusia makin berbudaya sedang budaya
adalah usaha manusia untuk menjadi manusia.
3. Agama-agama
sebagai aset bangsa
Dari segi budaya, agama-agama di Indonesia adalah
aset bangsa, sebab agama-agama itu telah memberikan sesuatu bagi kita sebagai
warisan yang perlu dipelihara. Kalau pada waktu zaman lampau agama-agama
bekerja sendiri-sendiri maka dalam zaman milenium ke 3 ini agama-agama perlu
bersama-sama memelihara dan mengembangkan aset bangsa tersebut. Cita-cita ini
barulah dapat diwujudkan apabila setiap golongan agama menghargai legacy
tersebut Tetapi yang sering terjadi adalah sebaliknya sebab kita tidak sadar
tentang nilai aset itu bagi bagi pengembangan budaya Indonesia. Karena ketidak
sadaran itu maka kita melecehkan suatu golongan agama sebagai golongan yang
tidak pernah berbuat apa-apa. Kalaupun besar nilainya, tapi karena hasil-hasil
itu bukan dari golonganku, maka kita merasa tidak perlu mensyukurinya. Lebih
buruk lagi, jika ada yang berpenderian apa yang diluar kita adalah jahat dan
patut dicurigai. Persoalan kita, bagaimana kita dapat menghargai
monumen-monumen budaya itu sebagai milik bangsa, untuk itu kita perlu:
1. Mengembangkan religius literacy.
Tujuannya agar dalam kehidupan pluralisme keagamaan
perlu dikembangkan religious literacy, yaitu sikap terbuka terhadap agama
lain yaitu dengan jalan melek agama. Pengembangan religious literacy sama
dengan pemberantasan buta huruf dalam pendidikan. Kitaakui bahwa selama ini
penganut agama buta huruf terhadap agama diluar yang dianutnya. Jadi perlu
diadakan upaya pemberantasan buta agama, Karena buta terhadap agama lain maka orang
sering tertutup dan fanatik tanpa menh\ghiraukan bahwa ada yang baik dari agama
lain. Kalau orang melek agama, maka orang dapat memahami ketulusan orang yang
beragama dalam penyerahan diri kepada Allah dalam kesungguhan. Sikap melek
agama ini membebaskan umat beragama dari sikap tingkah laku curiga antara satu
dengan yang lain. Para pengkhotbah dapat berkhotbah dengan kesejukan dan
keselarasan tanpa bertendensi menyerang dan menjelekkan agama lain. (Budi
Purnomo, 2003).
2. Mengembangkan legacy spiritual dari agama-agama.
Telah kita ungkapkan sebelumnya tentang
legacy spiritual dari setiap agama di Indonesia. Legacy itu dapat menjadi
wacana bersama menghadapi krisis-krisis Indonesia yang multi dimensi ini.
Masalah yang kita hadapi yang paling berat adalah masalah korupsi, supremasi
hukum dan keadilan sosial. Berdasarkan legacy yang tersebut sebelumnya, bahwa
setiap agama mempunyai modal dasar dalam menghadapi masal-masalah tersebut,
tetapi belum pernah ada suatu wacana bersama-sama untuk melahirkan suatu
pendapat bersama yang bersifat operasional.